"Pacaran itu simbol dari 'pengerdilan' makna ikatan cinta yang sangat dalam. Kita terlalu menganggap remeh. Dan kadang itu(pacaran) mengganggu banyak kegiatan positif kita. Tergantung orangnya seh~"

Pernyataan saya diatas beberapa hari yang lalu langsung ditanggapi oleh salah satu teman perempuan sesama aktivis di kampus. kurang lebih seperti ini :

"Oke kalo gitu, tak rewangi kon jomblo sampek ketemu wong seng bener-bener serius."

#ah
akhirnya setelah sekian lama, ada manusia yang sependapat dengan saya tentang hal asmara.


CMIIW,
samrodla.




Ketika saya mendekati atau menginginkan seseorang untuk paling tidak suka kepada saya, saya selalu menggunakan "cara kotor" yang pernah disampaikan oleh guru saya dulu.


Berbeda dengan saat ini, saya menggunakan "cara Tuhan" untuk merealisasikan keinginan saya terhadap anda, yang paling sederhana sekalipun.

Karena yang saya harapkan dari anda adalah benar yang sebenar-benarnya kebenaran. saya mencoba serius tapi tidak memaksakan.

~entahlah.



FORUM DISKUSI AKAR RUMPUT
KAMIS, 18 OKTOBER 2012
“MENUJU MAHASISWA KOMUNIKASI IDEAL (?)”

“Ideal” merupakan kata yang memiliki tingkat abstraksi tinggi dan kerap kali memunculkan perdebatan. Hal itu berlaku saat kita membahas mengenai konsep ideal seorang mahasiswa, terutama mahasiswa komunikasi. Melalui sebuah diskusi dengan tema “Menuju Mahasiswa Komunikasi Ideal (?)”, kami mencoba menemukan suatu  titik temu guna mendapat gambaran mahasiswa komunikasi ideal.  Lebih dari itu, kami juga ingin melatih kemampuan analisis dan logika berpikir.

Diskusi yang dilaksanakan di pelataran gedung B FISIP Unair dimoderatori oleh M. Bisri dan notulen, Fajrin MB yang keduanya merupakan mahasiswa komunikasi 2011. Pada awal diskusi, Bisri memberikan pengantar mengenai alasan pemilihan tema “Menuju Mahasiswa Komunikasi Ideal. Sontak, pengantar tersebut memantik argumen dari Prasasti (2011) yang berpendapat bahwa mahasiswa ilmu komunikasi ideal dapat dilihat dari dua sudut pandang. Pertama, pada tataran individual, ideal berarti kembali pada pemahaman individu. Masing-masing individu memiliki gambaran ideal sendiri dan seharusnya seorang mahasiswa dapat membawakan gambaran ideal tersebut. Pada tataran yang lebih luas, mahasiswa komunikasi yang ideal seharusnya bisa menguasai keseluruhan teori yang diajarkan, paling tidak memahami dasar atau inti teori-teori tersebut.

Hal ini bertolak belakang dengan pendapat dimas atau yang lebih dikenal dengan kembon (2009). Mas Kembon menyatakan bahwa mahasiswa ilmu komunikasi ideal seharusnya fokus dalam satu bidang tertentu. Dengan fokus itu pula, mahasiswa lebih bisa mengeksplorasi diri. Dimas menilai bahwa masa-masa menjadi mahasiswa adalah masa yang tepat untuk mengembangkan kemampuan secara “bebas”. Poin itu juga yang diamini oleh Yoga atau Boni (2010), dia menambahakan bahwa keseimbangan secara teori maupun praktek sangatlah penting dalam membentuk mahasiswa yang ideal. Alangkah baiknya jika teori yang sudah didapat di perkuliahan dapat dipraktikan.

Menanggapi pernyataan Yoga, ilmi (2009) yang juga mantan Kahima Komunikasi, teringat tentang sistem pendidikan perguruan tinggi Indonesia yang dirasa belum matang. Dia juga memperdebatkan bahwa seharusnya ada batasan yang jelas, khusus untuk komunikasi, terkait dengan jenjang pendidikan Strata-1 atau Diploma. Dasar filosofis Strata-1 dan Diploma ini sebenarnya sudah jelas, namun dalam prakteknya berjalan dengan sedikit berbeda. Kalau memang jenjang pendidikan sebuah jurusan Strata-1, maka porsi riset dan analisis lebih besar daripada praktis. Itulah mengapa, jenjang pendidikan menentukan system kurikulum yang digunakan. Selain itu, perlu adanya penanaman pemahaman pada mahasiswa atas jenjang pendidikan yang sedang ditempuh.

Dalam diskusi yang dihadiri oleh delapan belas orang ini, pendapat mahasiswa ideal juga didapatkan dari sudut pandang luar komunikasi (eksternal). Pandangan pihak luar, khususnya teman-teman di FISIP, dapat menjadi masukan dalam proses idealisasi mahasiswa komunikasi. Salah satunya adalah pandangan bahwa mahasiswa Komunikasi Fisip Unair terlihat bersikap sombong dan merasa eksklusif. Pandangan tersebut diperkuat dengan beberapa kali konflik antara mahasiswa ilmu komunikasi dangan jurusan lain. Seharusnya, hal ini bisa menjadi otokritik atau bahan instrospeksi bagi mahasiswa Komunikasi Fisip Unair. Dalam menyikapi hal tersebut, Nadhliyah (2008) persepsi eksklusif yang seolah melekat pada mahasiswa Komunikasi hendaknya bukan hanya dimaknai secara positif saja, tetapi perlu juga adanya pembuktian diri bahwa kita, mahasiswa Komunikasi Fisip Unair, memiliki karya dalam bentuk apapun seperti film, foto, video, tulisan-tulisan, event, dan lain sebagainya. Jujur saja, secara kuantitas dan kualitas, karya mahasiswa Komunikasi Fisip Unair kalah dengan yang lain, terutama jurusan yang sama di kampus yang berbeda. Nadhliyah juga menambahkan bahwa jika kita memang sedang berkompetisi dalam menghasilkan karya-karya, kompetitor kita yang sebenarnya adalah mahasiswa Komunikasi dari Universitas lain. Bukan hanya saat kuliah saja, melainkan saat menghadapi dunia kerja.

Menilik hasil diskusi yang sudah dikemukakan, forum akhirnya menemukan beberapa titik temu mengenai mahasiswa komunikasi ideal. Pertama, mahasiswa komunikasi diharapkan dapat menguasai yang telah diajarkan. Teori yang didapat oleh kita seharusnya tidak berakhir menjadi memori yang terlupakan setelah kelas usai. Teori-teori yang didapat seharusnya dapat menjadi petunjuk, prediksi, atau lensa yang bisa digunakan untuk membaca realitas. Kedua, tidak hanya pemahaman secara teoritis saja, mahasiswa seharusnya dapat mengimbangi pemahaman tersebut dengan praktik. Ketiga, hal yang praksis itu pun akan lebih baik jika berbuah menjadi sebuah karya. Karya yang dihasilkan dapat berupa apa saja dan seharusnya dihasilkan secara berkala. Mahasiswa Komunikasi tidak seharusnya tidak berkarya atau berkarya sekali atau dua kali lalu berhenti. Keempat, walau mahasiswa Komunikasi Fisip Unair mempelajari banyak teori atau kajian atau praktis, alangkah baiknya bila kita sudah bisa berfokus pada satu bidang. Justru dengan fokus pada satu bidang itu lah, kita bisa mengeksplor lebih dalam bidang yang menjadi fokus kita. Dan terakhir yang juga merupakan poin penting yang kerap dilupakan oleh kita adalah menjaga hubungan dengan lingkungan sosial, dimulai dari hal yang paling dekat dengan komunikasi Fisip Unair.

Dari hasil diskusi Kamis lalu, Forum menemukan beberapa pandangan tentang mahasiswa komunikasi ideal. Yang jadi permasalahan kemudian adalah bagaimana teman-teman mahasiswa komunikasi yang lain dapat memahami dan paling tidak, sadar danmengetahui wacana ini. Teman-teman boleh sependapat atau tidak sependapat dengan forum. Oleh sebab itu, kami dengan senang hati mengundang teman-teman untuk datang, saling bertukar pikiran, mencari solusi, dan kemudian beraksi.


Salam,
FORUM AKAR RUMPUT

fajrin/rara/sasti/sugab/rendy/kopler/razif/verlita/tyan/luqman/yordhan/tatit/bisri/boni/aziz/taufiq/dimas/ilmi/bima/nadd



Entah kenapa, akhir-akhir ini aku sering merasa perlu menulis tentang hal-hal yang berhubungan dengan masalah percintaan remaja. Ngasih saran ini itu, yang belum tentu bener, belum tentu mujarab buat diaplikasikan, dan yang pasti aku sendiri hanya sebatas teori dan harapan, kalaupun sudah aku lakukan, mungkin~ ... haha.

Kali ini tetep, cuma kelihatannya lebih nyanteh. aku pengen mendefinisikan teori baru tentang pendekatan. pendekatan kepada seseorang. teori ku kali ini bernama "TEORI KEKEKALAN HUBUNGAN", teori ini sifatnya agak eksak, karena aku mengambil hukum kekekalan energi  (hukum I termodinamika) dari ilmu alam sebagai dasar terciptanya teori ini. Dan juga hukum momentum dari Fisika sebagai penunjang dari teori ini. Kedua hukum tersebut sifatnya saling melengkapi, artinya menjadi kuat apabila keduanya berjalan beriringan satu tujuan. #ah

Langsung saja, coba kita cermati dan tela'ah hukum kekekalan energi yang berbunyi "Energi dapat berubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain tapi tidak bisa diciptakan ataupun dimusnahkan (konversi energi)". Setelah itu, coba kita masukkan dalam kehidupan sosial, kita konversikan kata "energi" menjadi kata "perasaan". Menurutku, keduanya memilki karakteristik yang sama, mereka tak ada yang menciptakan dan memusnahkan (Tuhan sebagai pengecualian) tetapi dapat berubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain. Perasaan itu datangnya mak bedunduk kalo kata temenku yang dari pare. Sejak lahir sudah tercipta, beriringan dengan kelahiran. Karena pada hakekatnya sudah ada layaknya energi, kita tak bisa memesan ataupun memilih mau yang bagaimana tipe perasaan yang akan ada di dalam tubuh kita. 

Tapi, perasaan bisa berubah ataupun kalau kita sudah benar-benar siap dan dewasa, kita bisa mengubah dan menyesuaikan perasaan kita. Kalo dalam psikologi, Shifting adalah cara yang bijak jika kita ingin menjadi orang yang gak mudah dipermainkan oleh perasaan orang lain atau bahkan oleh perasaan sendiri. Jika perasaan dimasukkan dalam hukum termodinamika (Kalor masuk = kalor keluar | perasaan masuk = perasaan keluar) yang dihubungkan dengan waktu, maka akan menghasilkan sesuatu yang menarik. analoginya akan seperti ini :


  • Ketika kita berbicara tentang benda, misal aspal, aspal jalan yang terkena panas pada siang hari, maka butuh waktu yang sama bagi aspal di jalan untuk melepaskan panas yang diterimanya pada malam harinya. Atau setrika yang dinyalakan dari posisi derajat panasnya rendah sehingga mencapai derajat panasnya tinggi, maka butuh waktu yang sama juga bagi setrika untuk kembali dari derajat panas tinggi ke posisi derajat panas rendah.

  • Sama halnya dengan perasaan, ketika mencoba merubah perasaan (sendiri maupun orang lain) usaha / waktu yang dibutuhkan akan sama dengan hasil / waktu yang didapatkan. langsung pada aplikasinya : kita mencoba mendekati seseorang, mencoba merebut hati, menumbuhkan perasaan suka, membuat seseorang tertarik kepada kita. maka, jika kita ingin perasaan suka / tertarik itu bertahan lama, maka dalam membangunnya pun harus dalam waktu yang gak instan. Ambil contoh pengalamanku yang pernah suka kepada seseorang, saat masih labil dulu, ketika aku berhasil membuat seseorang suka padaku hanya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, sesingkat-sesingkat itu pula perasaan suka orang tersebut memudar. Aku pernah tak sengaja membuat orang suka (hanya suka, tak mencinta) padaku, tapi perasaan suka orang itu muncul setelah hampir 10 tahun kami berteman, akhirnya sampai sekarang dan insya Allah sampai kapanpun, kami akan terus menjadi teman baik, amin.
  • Tapi, menjadi persoalan lain jika kita ingin menciptakan hubungan yang lebih serius, yang lebih intens, yang kemungkinan akan berlanjut sampai bahtera pernikahan. 
Akan dibahas dalam tulisan berikutnya >>


Murni Subyektifitas,
CMIIW,
samrodnam. :)



Dompet, de-o-em-pe-e-te. Dompet. benda ini sempat kulupakan entah sudah berapa lama. Aku sudah lupa kapan terakhir kali pegang dompetku sendiri, menyimpannya dalam kantong belakang celanaku. Aku juga sudah lupa kapan terakhir kali aku bilang, “ambil sendiri(uang) di dompetku.” Kata-kata yang sering terucap setiap kali ada teman yang akan meminjam sebagian uangku. Aku bahkan sudah lupa kegunaan sebenarnya dari dompet, tujuan sebagian besar orang membelinya. Aku sudah lupa.

Baca selengkapnya »


Diberdayakan oleh Blogger.