Pada awal semester genap tahun kedua saya di Universitas Airlangga, saya sempat was-was dengan jurusan saya, sebagian dosen ‘pergi’ dengan dalih mencari ilmu untuk menambah kualitas pengajar. Beruntung, sampai saat ini, segelintir dosen yang tersisa masih mampu untuk menyelesaikan tugas dengan baik, meskipun dengan beberapa catatan. Mereka, dosen yang tersisa, seolah menjadi hero bagi kami mahasiswa yang haus akan ilmu. Saya terkesan dengan beberapa dosen yang merangkap menjadi pengajar dalam beberapa matakuliah yang berbeda. Saya sarankan, jika kloning dihalalkan agama, mereka mengkloning diri saja agar beban dipundak yang dipikulnya sedikit berkurang. Mungkin, karena ingin mengantisipasi ledakan tugas mahasiswa yang akan mereka baca dan periksa dengan baik (entah sebelumnya dilakukan atau tidak), matakuliah asistensi digiatkan. Mereka seolah mengemis kepada mahasiswa untuk bisa meng-approve matakuliah asistensi di lembar KRS mahasiswa.

Namun, tak semuanya seperti itu, ada dosen kreatif yang akan mencoba cara lain untuk diterapkan. Terkesan seperti alibi, salah seorang dosen mencoba menantang kami dalam pertemuan dengan beberapa mahasiswa yang bertempat di Aula gedung C FISIP Unair di akhir semester ganjil. Pernyataan yang kurang lebih keluar dari penjelasan dia adalah, “Kami ingin menantang mahasiswa komunikasi (unair, red), kalau akhir-akhir ini nggak banyak karya yang mereka telurkan dengan alasan tidak ada waktu karena banyak tugas. Maka, untuk semester depan, kita akan coba, apakah dengan mengurangi jumlah tugas kalian, kalian akan semakin produktif dalam hal karya?”. Kala itu, saya dan beberapa teman yang aktif di kampus seolah mendapatkan angin segar, seakan bisa merebut kemerdekaan kami, setelah pada semester sebelumnya dibombardir dengan banyak tugas. “Akhirnya kami bisa sedikit bernafas lega semester depan”, pikir saya kala itu.

Tapi, seiring berjalannya waktu, seolah janji dosen yang awalnya bercita-cita menjadi jurnalis ini perlahan luntur dan semakin berkontradiksi dengan kenyataan yang ada. Saya kaget ketika mendengar statement dosen berkacamata ini beberapa hari yang lalu yang kurang lebihnya seperti ini, “Tenang, untuk UTS mata kuliah ini take home, kelompok dan soal yang harus kalian kerjakan akan saya bagikan minggu depan karena yang akan kalian lakukan akan sangat berat” - It’s a bullshit things folks!

Dan ini tidak berlaku untuk dosen berpawakan tambun ini saja, hampir di setiap sks yang saya ambil diawal perkuliahan menerapkan sistem yang hampir sama. Apakah ini sebagai bentuk kekecewaan karena kurangnya partner yang bekerja / mengajar di jurusan saya? Saya tidak mau berspekulasi, yang jelas ini bukan bentuk pemenuhunan dari kutipan di kalimat kesembilan paragraf kedua. 


Leave a Reply

Diberdayakan oleh Blogger.