Malam ini saya tiba-tiba terbangun, entah. badan saya gemetaran. mulut saya terkunci. ketikan ini, mungkin, kalo dilakukan lewat papan ketik yang lebih berat, mungkin saya tidak bisa melakukannya. Saya tiba-tiba seperti berada didalam dilema besar, entah apa itu. saya berusaha menuliskan, tapi tak tahu deskripsi yang pas untuk menggambarkannya.

Sayup-sayup terdengar tampak seperti suara petir, saya tidak tahu pasti itu apa. Yang jelas disini tidak hujan, mungkin dibelahan bumi lain sedang hujan. entah juga, rasa ketakutan saya bertambah ketika itu. saya ingin berteriak, tapi kenapa saya ndak mampu hanya untuk berdiri saja? aaaaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh, ada apa ini?



saya mencoba tenang, membaca beberapa "ayat" yang diajarkan ustadz saya dulu. Sudah cukup tenang, saya mulai berpikir, sebenarnya ada apa ini, kenapa saya tiba-tiba terbangun dan logika seperti berhenti saat itu. ketakutan memburu, tiba-tiba muncul bayang-bayang ibuk, bapak dan adik. bayangan ibuk paling banyak, bapak hanya satu, adik juga satu. ada apa ini?

entah kenapa, saya tiba-tiba ingin sekali minta maaf. seolah sudah ada yang mengarahkan pikiran saya kesana. aku tahu, aku masih labil, tapi tak pernah selabil ini. paginya, saya seolah malas untuk pergi ke sekolah. bukan karena jaraknya yang jauh (15 Km), tetapi saya masih memikirkan hal tadi malam. seperti biasa, perut saya sakit karena terus memikirkan sesuatu, padahal aku juga tak tahu apa itu.

tapi, aku harus masuk, ada janji yang saya buat dengan teman perempuan saya. dia dekat dengan saya, sangat dekat, dia salah satu perempuan yang sering nangis di punggung saya, bahkan dia satu-satunya orang kala itu yang berani melakukan hal tersebut, lebih sering karena masalah dengan keluarganya. risih, sebenernya, entah kenapa saya mau saja, padahal itu bertentangan dengan nurani saya kala itu.

entah kenapa, sebelum bertemu dengan teman saya (kami janji bertemu di depan kelas saya), dalam perjalanan, saya bertemu dengan ibuk (saya lebih suka melafalkan ibuk, daripada ibu) yang umurnya kira-kira sama dengan ibuk kandung saya. saya kaget, karena wajahnya sangat mirip ibuk saya, saya berhenti tak jauh darinya, penasaran. dia berjalan ke arah ku, aku terdiam, dia membisikkan kata, "pulanglah nak, dia mencemaskanmu".

Seketika itu, aku menangis. tangisan pertama saya saat masa remaja. tidak keras, hanya cukup lama aku terpatung disana, dipinggir jalan, depan RSAL malang. saya tambah gelisah, hanya "ayat-ayat" yang menemani saya melawan kegelisahan kala itu. saya sudah lama tidak pulang, sekitar 3 minggu, sebelumnya, meskipun jarak cukup jauh untuk ukuran anak SMA, saya selalu pulang setiap akhir pekan. sebenarnya kegiatan pulang kampung saya setiap akhir pekan di cibir oleh sebagian besar teman saya, ada yang bilang anak mama lah, home sick lah, whatever aku gak ngurus!

sebenenya itu semacam kontrak yang harus saya tanda tangani ketika saya memutuskan menuntut ilmu di malang, saya harus pulang ke rumah di akhir pekan. saya masih ingat alasan ibuk saya memberikan itu, supaya aku gak lupa keluarga, nggak lupa ibuk, bapak dan adik. konsekuensi nya, saya nggak bisa belajar maksimal di akhir pekan, pelajaran saya tertinggal di awal pekan, meskipun saya bisa sedikit mengejar di pertengahan pekan dan menyusul di akhir pekan lagi. begitu seterusnya. memang agak berat, tapi seolah itu menjadi pemacu semangat saya kala itu. membuat saya untuk tetap sadar dan terjaga, saya masih bodoh, butuh ilmu banyak, harus ngejar teman-teman saya yang lebih unggul.

kembali, setelah air mata saya sedikit demi sedikit habis, saya memutuskan melanjutkan perjalanan dengan sepeda motor kesayangan saya kala itu, honda 70 warna merah. ditengah perjalanan, sekitar alun-alun malang, aku kembali berhenti, di dekat masjid jami'. saya melihat ke arah masjid, kembali menangis. ah, entah lah. aku langsung memutuskan untuk pulang, pulang ke rumah. membatalkan janji dengan teman perempuan saya. membatalkan sekolah hari itu.

selama perjalanan malang-porong, kurang lebih 2,5 jam, menggunakan bis, masih saja bergelut dengan pikiran gelisah, saya tidak menikmati perjalanan. Saya mencoba telepon budhe, "budhe tolong jemput aku yo, dipertigaan porong, biasanya". "iyo", jawabnya singkat. Setelah sampai, rumah orang pertama yang saya cari adalah ibuk, tampaknya beliau terkejut dangan kedatanganku. beliau semakin terkejut ketika aku mencium tangannya dan meminta maaf atas semuanya, "onok opo toh leh?". "Mboten nopo buk, kulo ngapunten ingkang katah", jawabku sambil menangis kala itu.

"suwih yo awkmu gak moleh, ibuk kangen lho leh". tangisanku pecah sepecah pecahnya kala itu. aku menyesal dengan perbuatanku. melupakan rumah, melupakan ibuk, bapak, adik karena orang lain, seorang teman perempuan. saya tidak berusaha meyakinkan siapapun yang membaca ini sebagai sesuatu yang nyata, kepercayaan ada di tangan anda.

nuwun,
hendra, seorang anak yang selalu merindukan ibuknya. :')


Leave a Reply

Diberdayakan oleh Blogger.